Rabu, 10 Maret 2010

DeNsUs 88 (Ei Ti Ekt)

Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Unit khusus berkekuatan diperkirakan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu.

Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya beranggotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.

Angka 88 berasal dari kata ATA (Anti Terror Act), sebuah undang-undang anti teror US, yang jika dilafalkan dalam bahasa Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini kedengaran seperti Eighty Eight (88). Jadi arti angka 88 bukan seperti yang selama ini beredar bahwa 88 adalah representasi dari jumlah korban bom bali terbanyak (88 orang dari Australia), juga bukan pula representasi dari borgol.

Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS. Pusat pelatihannya terletak di Megamendung, 50 kilometer selatan kota Jakarta.
[sunting]

Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan Amerika Serikat, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya. Semua persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama persis dengan apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS.


9 November 2005 - Detasemen 88 Mabes Polri menyerbu kediaman buronan teroris Dr. Azahari di Kota Batu, Jawa Timur yang menyebabkan tewasnya buronan nomor satu di Indonesia dan Malaysia tersebut.


2 Januari 2007 - Detasemen 88 terlibat dalam operasi penangkapan 19 dari 29 orang warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang di Kecamatan Poso Kota. Tembak-menembak antar polisi dan warga pada peristiwa tersebut menewaskan seorang polisi dan sembilan warga sipil.[1]

9 Juni 2007 - Yusron al Mahfud, tersangka jaringan teroris kelompok Abu Dujana, ditangkap di desa Kebarongan, Kemrajan, Banyumas, Jateng
8 Agustus 2009 - Menggerebek sebuah rumah di Jati Asih, Bekasi dan menewaskan 2 tersangka teroris


8 Agustus 2009 - Mengepung dan akhirnya menewaskan tersangka teroris di Temanggung.[2]
17 September 2009 - Pengepungan teroris di Solo dan menewaskan 4 tersangka teroris salah satu diantaranya adalah Noordin Mohammed Top

Dulmatin Kecil Dikenal Cerdas

Liputan6.com, Pemalang: Dulmatin, tersangka teroris Bom Bali I dikenal cerdas sejak kecil. Ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pemalang ia selalu menduduki peringkat satu. Pemuda kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, 6 Juni 1970 itu juga termasuk siswa yang berprestasi.

Buktinya, nilai Dulmatin alias Amar Usman alias Muktamar alias Joko Pitono tak pernah mendapat enam. Pelajaran matematika saja Dulmatin selalu meraih nilai 9. Demikian pula nilai mata pelajaran agama, tak pernah di bawah 9.

Staf Humas SMAN 1 Pemalang Wilujeng Ribudianto menuturkan sosok Dulmatin semasa SMA baik dan pendiam. Tak heran jika pengurus sekolah awalnya kaget dan nyaris tak percaya jika Dulmatin tersangka aksi teror. Sebab putra ke-5 dari enam bersaudara pasangan Usman Sofi-Masniyati bukan tipe remaja yang nakal.

Menurut Wilujeng, Dulmatin hanya menjalani belajar di SMAN 1 Pemalang selama tiga semester. Yakni mulai 1987 sampai 1989. Setelah itu Dulmatin mengajukan pindah sekolah ke Yogyakarta.

Kini Dulmatin telah tewas. Tersangka yang dikenal lihai merakit bom ini tewas dalam penggerebekan di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa kemarin. Keluarga dan sanak kerabat masih menunggu jenazah Dulmatin yang sedang berada di Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur [baca: Jenazah Dulmatin Masih Berada di RS Polri].(AIS)

Ahmad Dhani


Ahmad Dhani memang terkenal sebagai musisi yang cool dan tak terlalu mempedulikan omongan orang. Seperti saat tersandung masalah royalti lagunya yang berjudul Madu 3, Dhani pun mengaku itu sebenarnya bukan masalahnya dan dia tidak merasa terganggu."Nggak keganggu, tapi biar orang tahu aja," katanya saat menggelar preskon di kediamannya di PI, Jaksel, Rabu (10/03) kemarin. "Buat lagu P Ramli (pencipta lagu Madu 3) ada yg bilang seniman itu keluarganya terlantar itu bukan urusan saya tapi urusan pemerintahnya jangan salahkan saya.
Untuk lagu-lagu Barat yang saya translet itu kan bagus untuk para musisi dan itu diawali oleh saya. Semua royaltinya masuk ke pencipta lagu, saya yang menyadur ga dapet. Saya mau menyadur karena artis saya banyak, jadi ga kepikiran dengan kepala botak ini, saya ga takut dibilang kehabisan ide, buktinya lagu-lagu saya masih laku," tambahnya.Dan lagu-lagu saduran itu membuat Dhani sempat dianggap plagiat. Tapi Dhani pun tak merasa tudingan itu hal yang benar."Yang bilang saya plagiator itu mereka sirik. Dengan karir saya yang begitu cemerlang, dengan menyadur itu juga bukti kalau musik mereka yang disadur itu bagus," kata Dhani tegas.Dia pun membantah jika ini adalah tanda-tanda kemundurannya setelah bercerai dari Maia. "Justru kebalik. Hit saya banyak banget dibanding 2006. Sekarang lebih banyak, justru itu tambah cemerlang," pungkasnya. (kpl/buj/npy)